Ungkapan kata agama warisan menjadi viral setelah seorang anak SMA menuliskan kata tersebut
ke dalam tulisannya yang bertemakan kebhinekaan Indonesia. Tapi sayang sekali ketika dicari melalui browsing internet, arti atau maksud dari ungkapan kata ini sama sekali tidak ditemukan.
.
Mengenai kata warisan sendiri, dari badan bahasa kemdikbud menjelaskannya artinya sebagai berikut; Waris berarti 'orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal'. Warisan berarti 'harta pusaka peninggalan'. Maka jika dikaitkan atau disatukan dengan kata agama, maka seolah-olah agama warisan memiliki arti, yaitu agama yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya setelah pewarisnya meninggal, dalam hal ini adalah orang tua-nya. Nah, rancu bukan…..
Namun baiklah kita tidak usah berdebat soal ini, karena saya yakin dengan segala kekurangannya, Afi Nihaya Faradisa yang masih berpendidikan SMA ini bermaksud menyatakan bahwa agama warisan adalah agama yang dianut oleh seseorang akibat dari orang tuanya yang melahirkan dan membesarkan dan mengajarkan agama tersebut.
Terlepas dari apa yang dipahami oleh berbagai kalangan hingga polemik yang berkembang akibat dari kata agama warisan tersebut, pada kenyataannya seseorang yang memiliki keyakinan/agama tertentu, yang pada awalnya karena mengikuti orang tuanya, namun kemudian dapat berubah/berganti ke keyakinan atau agama lain.
Bergantinya keyakinan atau agama dapat terjadi akibat adanya proses mencari dan menemukan kebenaran apa yang menjadi keyakinannya saat itu. Proses mencari jati diri, proses mencari kebenaran yang sesungguhnya akan berkecamuk dalam diri manusia, dan dapat berlangsung dengan berbagai usia, kondisi, pengalaman, latar belakang, lingkungan dan sebagainya. Kembalinya kesadaran seseorang kepada maha pencipta yang sesungguhnya inilah yang disebut dalam Islam Fitrah (lihat tulisan sebelumnya Fitrah Kebenaran, http://www.nurhasyiri.com/2016/06/fitrah-kebenaran.html).
Sudah sewajarnya kepada masing-masing manusia yang sudah sangat paham mengenai hal ini untuk lebih memiliki sikap bertoleransi dalam beragama. Saling mengerti, saling memahami akan adanya perbedaan, karena ingatlah perbedaan itu bisa jadi karena orang lain belum sampai kepada tahap kembali ke fitrahnya, ia belum menemukan atau diberikan jalan kebenaran yang sesungguhnya dari sang Khalik, pencipta alam semesta ini. Kita tidak pernah tahu apakah kesadaran akan fitrah itu sudah sampai belum kepada seseorang, hanya Allah SWT yang memiliki rencana dan kehendaknya.
.
Mengenai kata warisan sendiri, dari badan bahasa kemdikbud menjelaskannya artinya sebagai berikut; Waris berarti 'orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal'. Warisan berarti 'harta pusaka peninggalan'. Maka jika dikaitkan atau disatukan dengan kata agama, maka seolah-olah agama warisan memiliki arti, yaitu agama yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya setelah pewarisnya meninggal, dalam hal ini adalah orang tua-nya. Nah, rancu bukan…..
Namun baiklah kita tidak usah berdebat soal ini, karena saya yakin dengan segala kekurangannya, Afi Nihaya Faradisa yang masih berpendidikan SMA ini bermaksud menyatakan bahwa agama warisan adalah agama yang dianut oleh seseorang akibat dari orang tuanya yang melahirkan dan membesarkan dan mengajarkan agama tersebut.
Terlepas dari apa yang dipahami oleh berbagai kalangan hingga polemik yang berkembang akibat dari kata agama warisan tersebut, pada kenyataannya seseorang yang memiliki keyakinan/agama tertentu, yang pada awalnya karena mengikuti orang tuanya, namun kemudian dapat berubah/berganti ke keyakinan atau agama lain.
Bergantinya keyakinan atau agama dapat terjadi akibat adanya proses mencari dan menemukan kebenaran apa yang menjadi keyakinannya saat itu. Proses mencari jati diri, proses mencari kebenaran yang sesungguhnya akan berkecamuk dalam diri manusia, dan dapat berlangsung dengan berbagai usia, kondisi, pengalaman, latar belakang, lingkungan dan sebagainya. Kembalinya kesadaran seseorang kepada maha pencipta yang sesungguhnya inilah yang disebut dalam Islam Fitrah (lihat tulisan sebelumnya Fitrah Kebenaran, http://www.nurhasyiri.com/2016/06/fitrah-kebenaran.html).
Sudah sewajarnya kepada masing-masing manusia yang sudah sangat paham mengenai hal ini untuk lebih memiliki sikap bertoleransi dalam beragama. Saling mengerti, saling memahami akan adanya perbedaan, karena ingatlah perbedaan itu bisa jadi karena orang lain belum sampai kepada tahap kembali ke fitrahnya, ia belum menemukan atau diberikan jalan kebenaran yang sesungguhnya dari sang Khalik, pencipta alam semesta ini. Kita tidak pernah tahu apakah kesadaran akan fitrah itu sudah sampai belum kepada seseorang, hanya Allah SWT yang memiliki rencana dan kehendaknya.
Maka tidak sewajarnya jika perbedaan dalam ber-agama dapat memecah
rasa persatuan. Alangkah baiknya jika kita mampu bersikap dan beranggapan bahwa orang lain yang
belum memiliki kesepahaman beragama karena fitrah belum sampai kepada diri
orang lain. Dan alangkah indahnya jika kembalinya fitrah seseorang karena
berbagai kebaikan yang mampu kita tunjukkan, sebagai seorang penganut agama yang membawa rahmat. Selagi
orang lain tidak menista atau memerangi keyakinan yang kita miliki ini, maka
tidak perlu bertindak berlebihan yang tidak pernah berkesudahan.
Wallahu A'lam Bishawab
0 komentar:
Post a Comment