Dulu ada suatu perbincangan bersama sohibku yang aku ingat hingga menjadikan judul tulisan saya ini seperti diatas. Perbincangan ini terjadi beberapa tahun yang silam di bulan puasa saat masih kerja di suatu perusahaan di Cikarang.
Di bulan puasa dan diteriknya matahari bersama keringnya tenggorokan serta rasa kantuk di siang itu, tak membuat kami untuk mengurungkan langkah menuju masjid yang tak jauh dari lokasi pabrik demi sebuah kewajiban yang lain ibadah sholat Jum’at. Asap knalpot dan suara mesin dari sepeda motor dan mobil hari itu yang menderu dihadapan kami semakin membuat kami mempercepat langkah kaki, agar tak terlalu banyak asap gas CO yang terhisap dan bisa segera mendapatkan ruangan yang sejuk didalam mesjid.
Tak sia-sia langkah cepat kami, akhirnya aku dan temanku Yonk masih bisa mendapatkan ruangan didalam mesjid. Seperti biasa kamipun melakukan sholat tahiyatul masjid 2 rekaat. Dan selang beberapa saat setelah melakukan shalat sunat tampak kotak amal dari arah sebelah kanan berpindah mendekati arah kami, sayapun menyiapkan uang seikhlasnya untuk dimasukkan ke kotak amal. Gerakan tangan temanku Yonk juga tak kalah gesitnya menyiapkan uangnya, walaupun terkesan ditutup-tutupi tapi tanpa sengaja sekilas terlihat dimataku jumlah uang ditangan temanku Yonk yang akan dimasukkan ke kotak amal.
Kotak amal itupun akhirnya sampai ditangan temanku Yonk. Saat memasukkan uang temanku Yonk masih berusaha menutupi jumlah uang yang disumbangkannya dengan tangan kirinya. Lantas, setengah berbisik iseng sambil tersenyum aku berbicara mendekat ke telinga temanku Yonk.
Aku : “Pak Yonk !, kamu kayak ngasih duit banyak aja pake ditutupin segala…”
Yonk : “Hehehehe… justru duit sedikit itulah makanya aku tutupi”
Setelah memasukkan uangnya, temanku Yonk memindahkan kotak amal kehadapanku, akupun melakukan hal yang sama seperti yang lainnya, setelah itu kotak amal itu aku geser ke sebelah kiri ke jamaah yang lain.
Iseng lagi aku berbisik ke Yonk.
Aku : “Pak Yonk, memangnya kenapa kalo uangnya sedikit kok ditutup-tutupi…”
Yonk : “Malu donk uangnya sedikit…”
Aku : “Ohh…, kirain tadi ditutup-tutupi supaya orang lain berpikir bahwa pak Yonk masukin duit banyak, dan nggak mau dilihatin sama orang lain… hehe”
Yonk : “Hahaha… Pak Asnurul bisa aja….”
Sholat Jum’at hari itu tunai sudah dilaksanakan. Kamipun bergerak balik kembali menuju ke Pabrik. Ditengah hiruk bising suara knalpot dan asap yang tak berhenti mengepul, kamipun melangkahkan kaki perlahan sambil memperbincangkan kembali percakanpan kami di Mesjid sebelumnya.
Bahwa terkadang perbuatan maksiat hati seperti riya – memamerkan diri, ujub – berbangga, sum’ah – selalu ingin dipuji, justru lahir ketika bahwa pada saat manusia itu berkoar-koar menyatakan tidak ingin pamer diri.
Hanya Tuhan dan pemilik hati manusia itu sendirilah sebetulnya yang tahu niat apa yang tersembunyi yang ada didalam hatinya, maka ketika kita ingin menyumbang dihadapan orang banyak dan berusaha menutupinya besarnya jumlah uang yang akan disumbangkan, tapi justru dengan niat memamerkan diri bahwa kita tak ingin berbuat riya…. atau berkoar dihadapan majelis bahwa kita tidak ingin berbuat riya sama saja artinya ”memamerkan diri karena tidak mau berbuat riya”.
Salam…
Palembang, 17 September 2009
0 komentar:
Post a Comment